Kabupaten Aceh Jaya memiliki potensi pariwisata yang luar biasa dan disertai perpaduan unik antara keindahan alam, warisan budaya, dan nilai-nilai keagamaan. Bumi Po Teumeureuhom ini memiliki pantai-pantai yang sangat asri, pegunungan yang rimbun, dan keanekaragaman hayati laut yang menarik wisatawan domestik dan internasional.
Destinasi wisata bahari seperti Pulau Reusam, atau keindahan pemandangan pegunungan Geureute, serta destinasi wisata mangrove telah menarik wisatawan untuk berkunjung ke Aceh Jaya.
Saat ini, mulai tanggal 23-26 Mei 2025, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya kembali menunjukkan semangat untuk mengembangkan pariwisata melalui even bertajuk Piasan Raya dalam rangka HUT Kabupaten Aceh Jaya yang ke-23.
Even ini patut diapresiasi sebagai langkah nyata pemerintah Aceh Jaya menggerakkan roda perekonomian daerah melalui sektor ekonomi kreatif termasuk pariwisata. Even ini juga menjadi pemicu untuk datangnya wisatawan ke Aceh Jaya dan di masa yang akan datang, wisatawan-wisatawan ini akan menjadi duta-duta informal yang mempromosikan wisata Aceh Jaya kepada masyarakat lainnya.
Di saat yang sama, Aceh Jaya dan Provinsi Aceh secara umum sangat rawan terhadap bencana alam karena letak geografisnya di sepanjang “Cincin Api” yang aktif secara seismik. Contoh yang nyata adalah tsunami Samudra Hindia 2004, yang dipicu oleh gempa bumi bawah laut yang dahsyat, yang meluluhlantakkan sebagian besar wilayah Aceh dan menelan ratusan ribu korban jiwa.
Selain tsunami, Aceh sering menghadapi risiko gempa bumi, banjir bandang, dan tanah longsor, terutama di wilayah pegunungannya. Wilayah pesisir dan kepulauan sangat rentan karena kedekatannya dengan garis patahan tektonik dan laut lepas, di mana aktivitas seismik bawah laut dapat dengan cepat menghasilkan gelombang dan banjir yang merusak.
Bagaimana Aceh Jaya menyikapi kesempatan dengan besarnya potensi wisata yang dimiliki serta tantangan yang dihadapi terkait potensi bencana yang mungkin terjadi? Mengintegrasikan mitigasi bencana ke dalam perencanaan kebijakan publik sangat penting untuk meningkatkan ketahanan masyarakat dan memastikan pembangunan berkelanjutan, khususnya di wilayah rawan bencana.
Kebijakan publik yang menggabungkan kerangka kerja pengurangan risiko bencana (PRB) memungkinkan pemerintah untuk secara proaktif mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko sebelum bahaya berkembang menjadi bencana besar. Pendekatan pencegahan ini mengurangi kerugian manusia dan ekonomi dengan menekankan sistem peringatan dini, infrastruktur yang tangguh, dan perencanaan penggunaan lahan yang mempertimbangkan risiko.
Selain itu, menanamkan mitigasi bencana dalam kerangka kerja kebijakan sejalan dengan komitmen internasional seperti Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana, yang memperkuat perlunya kolaborasi multisektoral dan investasi jangka panjang dalam tata kelola risiko.
Dalam konteks pengelolaan destinasi wisata, menggabungkan strategi mitigasi bencana sangat penting untuk melindungi wisatawan dan masyarakat lokal sekaligus menjaga kelangsungan aset pariwisata dalam jangka panjang.
Destinasi yang terpapar bencana alam harus mengadopsi alat penilaian risiko yang komprehensif, menetapkan protokol tanggap darurat, dan berinvestasi dalam infrastruktur yang tangguh untuk meminimalkan potensi gangguan. Kegagalan dalam menangani risiko bencana dapat mengakibatkan kerusakan reputasi yang parah, berkurangnya kepercayaan pengunjung, dan kemerosotan ekonomi yang berkepanjangan bagi masyarakat yang bergantung pada pariwisata.
Oleh karena itu, mengintegrasikan mitigasi bencana ke dalam perencanaan pariwisata tidak hanya melindungi kepentingan ekonomi tetapi juga memastikan bahwa destinasi siap, tanggap, dan mampu pulih dengan cepat, sehingga mendorong sektor pariwisata yang lebih aman dan berkelanjutan.
Hal ini senada dengan hasil penelitian yang diterbitkan pada jurnal ilmiah nasional terindeks [1] yang menyebutkan bahwa masyarakat mengharapkan pemerintah untuk dapat membuat perencanaan pengembangan destinasi wisata yang berdasarkan pada analisis pengurangan resiko bencana. Sehingga berbagai potensi bencana alam dapat terpetakan dengan baik dan memperkuat ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. Hal ini tentu akan berdampak signifikan pada keberlanjutan industri pariwisata.
Pemerintah juga perlu melakukan berbagai upaya pencegahan terhadap potensi bencana sosial yang muncul akibat berkembangnya pariwisata. Karena pada hakekatnya pariwisata dapat tumbuh seiring sejalan dengan berbagai norma yang berkembang di masyarakat, jika kebijakan pemerintah mampu mengakomodir berbagai kepentingan seperti aspek ekonomi, nilai-nilai budaya dan agama, tanpa harus mengorbankan salah satu diantaranya. Untuk hal ini, komunikasi memegang peran penting dalam membangun kesepahaman dan dukungan untuk tumbuh kembangnya industri wisata.
Mengabaikan mitigasi bencana dalam pengembangan pariwisata dapat mengakibatkan konsekuensi yang menghancurkan bagi keselamatan manusia dan keberlanjutan ekonomi. Tanpa penilaian risiko dan langkah-langkah kesiapsiagaan yang memadai, infrastruktur pariwisata menjadi sangat rentan terhadap kerusakan selama bencana alam, yang menyebabkan kerugian finansial yang besar dan membahayakan nyawa wisatawan dan masyarakat setempat.
Selain itu, tidak adanya rencana mitigasi dapat merusak reputasi destinasi, mengikis kepercayaan wisatawan, dan menyebabkan penurunan jangka panjang dalam jumlah pengunjung. Di wilayah-wilayah di mana pariwisata merupakan pendorong ekonomi utama, gangguan semacam itu dapat melumpuhkan ekonomi lokal, meningkatkan pengangguran, dan menghambat upaya pemulihan.
Pada akhirnya, kegagalan untuk mengintegrasikan mitigasi bencana ke dalam perencanaan pariwisata merusak ketahanan, memaparkan destinasi pada risiko yang dapat dihindari dan mengorbankan integritas pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Oleh karenanya ada tiga aspek yang penting untuk dikembangkan dalam memperkuat mitigasi bencana di sektor pariwisata, yaitu kolaborasi lintas sektor, aplikasi teknologi, dan pendidikan. Teknologi memfasilitasi sistem peringatan dini, pemantauan bahaya secara langsung, dan platform komunikasi yang dapat dengan cepat menyebarkan informasi penting kepada wisatawan, operator pariwisata, dan layanan darurat.
Alat-alat seperti sistem informasi geografis (SIG), aplikasi seluler untuk peringatan darurat, dan pemetaan risiko berbasis data meningkatkan kesiapsiagaan dan memungkinkan evakuasi dan respons yang tepat waktu. Inovasi-inovasi ini secara signifikan mengurangi waktu respons dan meningkatkan koordinasi selama kejadian bencana.
Pendidikan sama pentingnya, karena membangun kesadaran dan menumbuhkan budaya kesiapsiagaan di antara para pemangku kepentingan. Program pelatihan bagi pekerja pariwisata, latihan bencana di hotel dan objek wisata, dan materi informasi bagi wisatawan memberdayakan individu dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.
Sementara itu, kolaborasi lintas sektor memastikan bahwa mitigasi bencana bukan hanya tanggung jawab industri pariwisata tetapi agenda bersama yang melibatkan lembaga pemerintah, bisnis swasta, lembaga akademis, dan masyarakat lokal. Kolaborasi semacam ini memungkinkan pembagian sumber daya, perencanaan bersama, dan integrasi pariwisata ke dalam kebijakan pengurangan risiko bencana yang lebih luas, yang pada akhirnya akan mendorong ekosistem pariwisata yang lebih tangguh dan responsif.
Dan sebagai penutup, kita menyadari bahwa pariwisata adalah potensi besar yang perlu digarap secara serius tanpa meninggalkan identitas budaya dan nilai-nilai keislaman yang terintegrasi dalam kehidupan masyarakat di Aceh Jaya. Dan perkembangan pariwisata yang berkelanjutan akan terealisir ketika perencanaan program-program pariwisata mampu mengintegrasikan aspek mitigasi bencana.
Kontribusi dan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha dan juga masyarakat secara umum adalah kekuatan yang akan menentukan sukses tidaknya pariwisata. Selamat HUT Aceh Jaya ke-23 dan Sukses selalu untuk pariwisata Aceh Jaya.
Rujukan artikel riset:
Yusnaidi, Y., Fahlevi, M., & Hidayat, M. R. (2023). Analisis Persepsi Wisatawan Tentang Peran Stakeholder Terkait Mitigasi Bencana di Destinasi Wisata Kabupaten Aceh Jaya. Jurnal Bisnis Dan Kajian Strategi Manajemen, 7(1). https://doi.org/10.35308/jbkan.v7i1.7470
Penulis Yusnaidi, S.Sos., M.Comm
Dosen Jurusan Manajemen Universitas Teuku Umar Meulaboh